This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Minggu, 29 Januari 2012

Ciri-Ciri Sekolah Bermutu

Merujuk pada pemikiran Edward Sallis, Dede Yahdani (2012) mengidentifikasi ciri-ciri sekolah bermutu, yaitu:

Ciri-Ciri Sekolah Bermutu
  1. Sekolah berfokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal.
  2. Sekolah berfokus pada upaya untuk mencegah masalah yang muncul, dengan komitmen untuk bekerja secara benar dari awal.
  3. Sekolah memiliki investasi pada sumber daya manusianya, sehingga terhindar dari berbagai “kerusakan psikologis” yang sangat sulit memperbaikinya.
  4. Sekolah memiliki strategi untuk mencapai kualitas, baik di tingkat pimpinan, tenaga akademik, maupun tenaga administratif.
  5. Sekolah mengelola atau memperlakukan keluhan sebagai umpan balik untuk mencapai kualitas dan memposisikan kesalahan sebagai instrumen untuk berbuat benar pada masa berikutnya.
  6. Sekolah memiliki kebijakan dalam perencanaan untuk mencapai kualitas, baik untuk jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang.
  7. Sekolah mengupayakan proses perbaikan dengan melibatkan semua orang sesuai dengan tugas pokok, fungsi dan tanggung jawabnya.
  8. Sekolah mendorong orang dipandang memiliki kreativitas, mampu menciptakan kualitas dan merangsang yang lainnya agar dapat bekerja secara berkualitas.
  9. Sekolah memperjelas peran dan tanggung jawab setiap orang, termasuk kejelasan arah kerja secara vertikal dan horozontal.
  10. Sekolah memiliki strategi dan kriteria evaluasi yang jelas.
  11. Sekolah memnadang atau menempatkan kualitas yang telah dicapai sebagai jalan untuk untuk memperbaiki kualitas layanan lebih lanjut.
  12. Sekolah memandang kualitas sebagai bagian integral dari budaya kerja.
  13. Sekolah menempatkan peningkatan kualitas secara terus menerus sebagai suatu keharusan

Belajar Instruksional Desain: Antara Seni, Ilmu Pengetahuan dan Keterampilan

Ilmu Grafis Belajar Instruksional Desain: Antara Seni, Ilmu Pengetahuan dan Keterampilan. Beberapa mata kuliah saya mengharuskan saya untuk ‘mengutek-utek’ buku manajemen dan kepemimpinan, keduanya mengungkap tentang bagaimana cara bepikir dalam manajemen, kepemimpinan dan alternatif untuk pengembangan dan praktek manajerial yang efektif. Buku-buku tersebut termasuk didalamnya tentang manajemen yang berperilaku layaknya seni, ilmu pengetahuan dan keterampilan. Ada argumentasi yang menyertakan bahwa manajemen yang efektif membutuhkan ketiga hal tersebut sehingga pembacanya yang semula ‘disfungsi’ menjadi berpikir serupa.

Saya kemudian memikirkan bahwa konsep tersebut juga berlaku pada dunia desain, membuat saya terus berpikir bahwa cara tersebut bisa digunakan untuk membuat karya desain yang efektif, meskipun juga bisa diaplikasikan pada belajar desain otodidak namun ini merupakan pembahasan yang berbeda. Seperti pada artikel sebelumnya tentang proses kreatif desain yang berfokus pada penggunaan otak kiri dan kanan, artikel ini adalah penjabaran lebih tentang penggunaannya pada kehidupan nyata. Pertentangan desain instruksional (prinsip desain) dan praktek sepertinya terlibat dalam penentuan proses desain berbasis model versus pendekatan lebih konstruktif yang sebaiknya tidak perlu dipusingkan, buat apa terlalu ngotot untuk sebuah pertentang yang tak berujung. Tabel dibawah ini adalah mirip (bukan berarti sama) dengan tabel menentukan manajemen yang efektif, yang saya yakini bisa digunakan untuk mempelajari instruksional desain praktis.
Ilmu Pengetahuan Seni Keterampilan
Pondasi Logika Imaginasi Pengalaman
Bersandar pada Fakta ilmiah Pengertian mendalam tentang kreatif Pengalaman praktek
Dipengaruhi oleh Dapat diaplikasikan kembali hal-hal baru Kegunaan
Pembuatan keputusan Deduktif Induktif Iteratif / berulang-ulang
Strategi utama Perencanaan Visi Mencoba sesuatu
Kontribusi Ilmu pengetahuan sebagai analisa sistematis, dalam dujud inputan dan pengukuran Seni sebagai sintesis komprehensif dalam wujud pengertian mendalam dan visi Keterampilan pembelajaran dinamis dalam wujud aksi/tindakan, eksperimen,dan trial error

Kebanyakan dari lulusan program sarjana Desain Instruksional dan Pembelajaran Teknologi sebenarnya berada pada ranah kolom ilmu pengetahuan (psikologi, pelajaran manusia, dan desain sistem). Orang yang baru lulus muncul dengan suatu ilmu pengetahuan yang ‘dibengkokkan’ untuk pencarian jati diri, aplikasi tertentu, dan hasil yang bisa diprediksi dari model yang mereka pelajari di bangku perkuliahan dan pendekatan-pendekatan yang diperbaiki dalam tradisi ilmu pengetahuan. Kita dengan cepat (atau mungkin tidak terlalu cepat) belajar dari pengalaman (craft/keterampilan) dari apa yang benar-benar diakui / bekerja / dapat diterapkan dan apa yang tidak, dan juga hal tersebut seringkali merupakan ide kreatif tak terduga dan pengertian mendalam yang meningkatkan / memperbaiki solusi kita (art/seni). Secara jelas, desain yang efektif yang berbasis pengalaman pembelajaran membutuhkan ketiga hal tersebut.

Diagram dibawah ini, menjelaskan bagaimana ketiga pendekatan ini untuk belajar desain mungkin saling terkait dan konsekuaensi potensial yang bersandar dominan pada pada setiap orang. Kita semua telah melihat contoh pada tingkat akhir yang ekstrim pada setiap orang. Dengan hanya mengandalkan jenis desain artistik pada suatu proyek mungkin akan menghasilkan roman, kreatif dan menarik perhatian yang menghasilkan sebuah wow dan menginspirasi namun tidak mengajari/mengedukasi. Bersandar pada pembelajaran ilmu pengetahuan yang sudah terbukti secara nyata seringkali akan menghasilkan sesuatu yang ‘kering’, tidak bisa menginspirasi atau instruksi tidak memotivasi yang mungkin dapat dihasilkan pada suatu pembelajaran, tetapi menjadi ‘otak membeku’. Keterampilan merupakan bagian dari ilmu pengetahuan atau seni yang tidak berbentuk, dan seringkali dari desainer berbasis intstruksi yang tidak terlatih berkerja menggunakan akal sehat / pemikiran umumnya sehingga sangat jarang bekerja diluar dari pengalaman pribadi, menghasilkan sesuatu yang ‘hit’, dan tidak bisa mendapatkan suatu hasil yang terbaik.

Belajar Desain Antara Seni, Ilmu Pengetahuan dan Keterampilan

Kombinasi dari pendekatan-pendekatan dapat juga menjadi kurang dari optimal untuk menghasilkan suatu pengalaman pembelajaran yang efektif. Seni dan Keterampilan yang digunakan bersama-sama tanpa adanya analisa sistematika dari Ilmu Pengetahuan dapat mengarahkan kita pada suatu pembelajaran desain yang tak terorganisir.

Belajar Desain Antara Seni, Ilmu Pengetahuan dan Keterampilan
Penggunaan seni murni dan keterampilan menggunakan kuas dan warna

Keterampilan dan Ilmu Pengetahuan yang digunakan secara bersama-sama tanpa adanya visi kreatif dari suatu Seni dapat mengarahkan kita pada suatu yang tidak ada semangat desain didalamnya, berhati-hati dan berhubungan namun kurang ‘mengkilat’.

Belajar desain berdasarkan Seni dengan Ilmu Pengetahuan menjadikanya kreatif dan sistematis, namun tanpa adanya pengalaman dari sebuah Keterampilan dapat menghasilkan pembelajaran yang tidak personal dan tidak berhubungan.

Belajar desain yang efektif selanjutnya, dapat sangat mungkin terjadi ketika kombinasi yang susah dimengerti ini antara Seni, Ilmu Pengetahuan dan Keterampilan berjalan beriringan. Ketika ketiga pendekatan berjalan bersama-sama, melalui sebuah kemampuan penuh pembelajaran yang tergabung menjadi satu biasanya hasilnya akan efektif, pembelajaran yang memotivasi berdasar pada realita dari organisasi tersebut diatas.

Saya mengumpamakan garis miring tersebut di atas yang mungkin akan dapat dipahami pada hal, subjek, kemampuan dan audience (pendengar) tertentu. Untuk bidang manajemen, buku-buku yang saya baca di atas mengatakan bahwa jika terlalu banyak keseimbangan dalam ketiganya mungkin juga akan berakibat disfungsional sejak tidak ada style kombinasi khusus sama sekali! Barangkali, menjadi suatu pelajaran yang baik untuk instruksional desain sama baiknya dengan bidang manajemen.
Sample:
Saya tidak bisa atau mungkin kurang berani memberikan contoh berupa gambar yang bisa mendiskripsikan pergunaannya secara terpisah (seperti penggunaan ilmu pengetahuan dan seni tanpa keterampilan dan lain sebagainya), karena menurut saya ke tiga hal ini tidak bisa dipisah, yang ada adalah skala kombinasi yang berbeda untuk ketiganya. Misalnya dalam mendesain sebuah logo, maka kita tidak mungkin hanya mengandalkan pengalaman dan seni saja karena akan melibatkan brief dari klien dan pernyataan klien yang nantinya mengarahkan kita pada suatu penelitian (ingat, penelitian adalah bagian dari ilmu pengetahuan / science) dan ketiganya tidak terukur dengan satuan ukuran secara pasti. Kita lihat saja, bagaimana pendapat Anda tentang hal ini? atau mungkin cara saya untuk mendiskripsikannya terlalu rumit untuk dipahami?

Semoga Anda menikmati artikel ini dan jangan lupa bergabung dengan teman-teman yang lain di Facebook Asahiadvertising, dan ikuti Twitter saya. Jika Anda menyukai artikel-artikel dari saya jangan lupa untuk memasukkannya dalam subscribe ke Asahiadvertising RSS Feed.

Bila ada yang ditanyakan, saran, tanggapan dan ide kreatif silakan isi pada komentar, saya akan mencoba menjawab secepat dan sebaik mungkin.

PRESTASI BELAJAR

1. Prestasi Belajar

Belajar merupakan kegiatan yang kompleks dan hasil belajar yang berwujud kapabilitas. Setelah belajar seseorang memiliki ketrampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut berasal dari stimulasi dari lingkungan serta proses kognitif yang dilakukan oleh pembelajar. Dalam proses belajar, siswa menggunakan kemampuan mentalnya untuk mempelajari bahan pelajaran. Kemampuan kognitif, afektif, psikomotorik yang diajarkan menjadi semakin rinci dan menguat. Adanya informasi tentang sasaran belajar, adanya penguatan-penguatan, adanya evaluasi dan keberhasilan belajar, menyebabkan siswa semakin sadar akan kemampuan dirinya.

Belajar adalah proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri siswa. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, ketrampilannya, kecakapan dan kemampuan, daya reaksi, para penerimaan, dan lain sebagainya

Belajar merupakan proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi relatif lama atau menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya . Definsi belajar juga diungkapkan oleh Witherington dengan mendefinisikan belajar merupakan suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari interaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepribadian atau suatu pengertian. Belajar merupakan suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.

  1. Perubahan perilaku yang dimaksud mempunyai ciri-ciri:
  2. Perubahan terjadi secara sadar
  3. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional
  4. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
  5. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
  6. Perubahan dalam belajar bertujuan
  7. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.

Lebih mendalam lagi tentang kriteria belajar disampaikan oleh Anita Woolfolk (2004: 198) yang memberi batasan tentang adanya perubahan yang permanen pada individu dalam belajar yaitu:

Learning occurs when experience causes a relatively permanent change in an individual’s knowledge or behavior. The change may be deliberate or unintentional, for better or for worse, correct or incorrect, and conscious or unconscious. To qualify as learning, this change must be brought about by experience – by the interaction of a person with his or her environment. Changes simply caused by maturation, such as growing taller or turning ray, do not qualify as learning. Tempory change resulting from illness, fatique, or hunger are also excluded from a general definition of learning. Temporary change result from illnes, fatique, or hunger are also excluded from a genereal definition of learning. Of course, learning plays a part in how we respond to hunger or illness.

Kriteria belajar lebih diarahkan kepada pengalaman yang relatif permanen untuk mengubah kemampuan individu maupun tingkah lakunya. Perubahan tersebut merupakan hasil pengalaman dan bukan karena perubahan yang sifatnya sementara seperti faktor kelelahan, kelaparan, sakit, karena perubahan tersebut hanya sementara dan merupakan dampak dari keadaan bukan pengalaman belajar.

Berdasarkan kriteria-kriteria belajar maka dapat ditemukan ciri umum dari kegiatan belajar yaitu adanya unsur kesenggajaan dalam belajar, adanya interaksi individu dengan lingkungan, serta adanya perubahan tingkah laku yang dipengaruhi oleh hasil belajar. Belajar yang disengaja merupakan bentuk dari suatu aktivitas yang direncanakan baik secara jasmani maupun rohani. Interaksi antara individu dengan lingkungan memungkinkan individu memperoleh pengalaman dan pengetahuan baru. Perubahan tingkah laku yang disyarakatkan dalam belajar adalah perubahan dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotor.

Pada dasarnya belajar tahapan perubahan perilaku siswa yang relatif positif dan mantap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Tahapan dalam belajar tergantung pada fase-fase belajar. Tahapan dari belajar adalah:

a. Tahap acquisition, yaitu tahapan perolehan informasi.

b. Tahap storage, yaitu tahapan penyimpanan informasi.

c. Tahap retrieval, yaitu tahap pendekatan kembali informasi

Kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Pada tahap ini siswa membuktikan keberhasilan belajar. Siswa menunjukkan bahwa telah mampu mengerjakan tugas-tugas belajar atau mentransfer hasil belajar. Kemampuan berprestasi tersebut dipengaruhi oleh proses-proses penerimaan, keaktifan, pra pengolahan, pengolahan, penyimpanan, serta pemanggilan untuk membangkitkan pesan dan pengalaman.

Prestasi belajar adalah kemampuan yang diperoleh siswa setelah melalui kegiatan belajar. Guna memperoleh hasil belajar, dilakukan evaluasi atau penilaian yang merupakan tindak lanjut atau cara untuk mengukur tingkat penguasaan siswa. Kemajuan prestasi belajar siswa tidak saja diukur dari tingkat penguasaan ilmu pengetahuan tetapi juga sikap dan ketrampilan. Dengan demikian penilaian hasil belajar siswa mencakup segala hal yang dipelajari di sekolah, baik itu menyangkut pengetahuan, sikap dan ketrampilan.

Keberhasilan dalam memperoleh prestasi belajar digunakan tes untuk mengungkap keberhasilan seseorang dalam belajar. Tujuan ini membawa keharusan dalam konstruksinya untuk selalu mengacu pada perencanaan program belajar yang dituangkan dalam silabus masing-masing materi pelajaran. Tes prestasi belajar merupakan salah satu alat pengukuran di bidang pendidikan sebagai sumber informasi guna mengambil keputusan.

Sehubungan dengan kegiatan pembelajaran di kelas, prestasi yang dicapai oleh siswa di samping dipengaruhi oleh bakat juga dipengaruhi oleh kesempatan belajar, kemampuan memahami bahan dan kualitas pembelajaran. Bakat ada kaitannya dengan kondisi dasar yang dimiliki untuk belajar. Kualitas pembelajaran sendiri bergantung pada tiga elemen yaitu kejelasan tugas-tugas belajar, ketepatan perjenjangan dan urutan bahan, serta efektifitas test yang dilaksanakan.

Prestasi belajar yang dicapai siswa secara garis besar dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari dalam diri siswa itu dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang datang dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap prestasi belajar yang dicapai. Prestasi belajar siswa di sekolah 70% dipegaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan.

Prestasi belajar dapat dilakukan dengan menggunakan sistem belajar tuntas. Belajar tuntas merupakan strategi pembelajaran yang dapat dilaksanakan di dalam kelas, dengan asumsi bahwa di dalam kondisi yang tepat semua peserta didik akan mampu belajar dengan baik dan memperoleh hasil belajar secara maksimal terhadap seluruh bahan yang dipelajarinya. Agar semua peserta didik memperoleh hasil belajar secara maksimal, pembelajaran dilaksanakan dengan sistematis. Kesistematisan terlihat dari strategi pembelajaran yang dilaksanakan, terutama dalam mengorganisir tujuan dan bahan belajar, melaksanakan evaluasi dan memberikan bimbingan terhadap peserta didik yang gagal mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Prestasi belajar tidak saja ditentukan oleh motivasi siswa dalam mempelajari materi pembelajaran, namun terdapat beberapa faktor yang juga ikut mempengaruhi prestasi atau kemampuan intelektual siswa diantaranya:

a. Keturunan

Studi korelasi nilai-nilai tes inteligensi diantara anak dan orang tua menunjukkan adanya pengaruh faktor keturunan terhadap tingkat kemampuan mental seseorang sampai pada tingkat tertentu.

b. Latar belakang sosial ekonomi

Pendapatan keluarga, pekerjaan orang tua dan faktor-faktor sosial ekonomi lainnya, berkorelasi positif dan cukup tinggi dengan taraf kecerdasan individu mulai usia tiga tahun sampai dengan remaja.

c. Lingkungan

Lingkungan yang kurang baik akan menghasilkan kemampuan intelektual yang kurang baik pula. Lingkungan yang dinilai paling buruk bagi perkembangan inteligensi adalah panti-panti asuhan serta instansi lainnya, terutama bila anak ditempatkan di tempat tersebut sejak awal kehidupannya.

d. Kondisi fisik

Keadaan gizi yang kurang baik, kesehatan yang buruk, perkembangan fisik yang lambat, menyebabkan tingkat kemampuan mental anak yang rendah.

e. Iklim emosi

Iklim emosi saat individu dibesarkan, mempengaruhi perkembangan mental individu yang bersangkutan
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan peserta didik juga diungkap oleh Celia Anita Decker.
Heredity and environment influence growth and development. Heredity includes all the traits that are passed to a child from blood relatives. Environment includes all the condition and situations that affect a child.

Faktor keturunan dan lingkungan akan mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan peserta didik. Faktor keturunan merupakan faktor yang diturunkan oleh orang tuanya berdasarkan persamaan darah. Faktor lingkungan juga mempengaruhi perkembangan peserta yaitu semua kondisi dan situasi yang mempengaruhi peserta didik dari luar dirinya.

Tujuan pembelajaran harus diorganisir secara spesifik untuk memudahkan pengecekan hasil belajar, bahan perlu dijabarkan menjadi satuan-satuan belajar tertentu, dan penguasaan bahan yang lengkap. Evaluasi yang dilaksanakan setelah para peserta didik menyelesaikan suatu kegiatan belajar tertentu merupakan dasar untuk memperoleh balikan (feedback). Tujuan utama evaluasi adalah memperoleh informasi tentang pencapaian tujuan dan penguasaan bahan oleh peserta didik. Hasil evaluasi digunakan untuk menentukan tingkat keberhasilan siswa agar memperoleh bimbingan dalam mencapai tujuan, sehingga seluruh peserta didik dapat mencapai tujuan dan menguasai bahan belajar secara maksimal.

Guna mencapai prestasi belajar yang maksimal, perlu diperhatikan prinsip-prinsip belajar yaitu strategi belajar yang dapat dilaksanakan dalam situasi dan kondisi yang berbeda oleh setiap siswa. Prinsip-prinsip belajar tersebut antara lain:

a. Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar

1) Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif, meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan pembelajaran.

2) Belajar harus dapat menimbulkan penguatan (reinforcement) dan motivasi yang kuat pada siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

3) Belajar perlu lingkungan yang menantang siswa untuk mengembangkan kemampuannya berkresplorasi dan belajar dengan efektif.

b. Sesuai dengan hakikat belajar

1) Belajar merupakan proses yang kontinu, maka harus tahap demi tahap menurut perkembangnnya.

2) Belajar adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorasi dan discovery.

3) Belajar adalah proses kontinguitas (hubungan antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain) sehingga mendapatkan pengertian yang diharapkan. Stimulus yang diberikan menimbulkan respon yang diharapkan.

c. Berdasarkan materi yang dipelajari

1) Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur, penyajian yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap pengertiannya.

2) Belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan pembelajaran yang harus dicapai.

d. Berdasarkan syarat keberhasilan belajar

1) Belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat belajar lebih tenang.

2) Repetisi dalam proses belajar perlu dilakukan agar pengertian, ketrampilan dan sikap itu tertanam mendalam pada diri siswa.

Prestasi belajar siswa juga dapat dikaitkan dengan tingkat kecerdasan peserta didik. Upaya untuk mengetahui tingkat kecerdasan telah dilakukan oleh para ahli psikologi, antara lain pada tahun 1905 Alfred Binet mengembangkan test intelegensi yang digunakan secara luas. Binet berhasil menemukan cara untuk menentukan usia mental seseorang. Usia mental mungkin lebih rendah, lebih tinggi atau sama dengan usia kronologis (usia yang dihitung secara kelahirannya). Anak yang cerdas akan memiliki usia mental lebih tinggi daripada usianya sendiri, karena mampu mengerjakan tugas-tugas untuk anak yang usianya lebih tinggi

Alfred Binet belived that to evaluate intelligence, you must devise direct measures of complex processes such as reasioning and problem solving, the ability to use pas experience to solve present problems, you cannot simply infer complex processes from simple’ skills (Paul Mussen and Mark R. Rosenzweig, 1973: 352).

Alfred Binet percaya bahwa untuk mengevaluasi kepandaian seseorang, perlu menggunakan pengukuran proses yang komplek seperti tingkat pemikiran dan bagaimana seseorang dapat menyelesaikan masalah. Kemampuan untuk menyelesaikan masalah tersebut tidak akan dapat terselesaikan bila seseorang tidak mempunyai kemampuan yang komplek.

Siswa yang prestasi belajarnya kurang maksimal perlu mendapatkan bimbingan dari guru maupun konselor di sekolah. Bimbingan belajar dalam hal ini adalah bimbingan dalam hal menemukan cara belajar yang tepat, dan dalam mengatasi kesukaran-kesukaran yang timbul berkaitan dengan tuntutan-tuntutan belajar dalam lembaga pendidikan. Kurang berhasilnya siswa dalam memperoleh prestasi yang maksimal disebabkan karena
(a) kemampuan belajar yang rendah;
(b) motivasi belajar yang rendah;
(c) minat belajar yang rendah;
(d) tidak berbakat pada mata pelajaran tertentu;
(e) kesulitan berkonsentrasi dalam belajar;
(f) sikap belajar yang tidak terarah;
(g) perilaku mal adaptif dalam belajar seperti suka memganggu teman ketika belajar;
(h) gagal ujian;
(i) tidak naik kelas dan sebagainya.

Kadangkala pada kasus-kasus tertentu sering ditemukan bahwa siswa dengan inteligensi yang rendah, di bawah rata-rata normal, cenderung mengalami kesukaran dalam belajar. Hal ini disebabkan cara berpikirnya lambat sehingga siswa mengalami kesukaran beradaptasi dengan teman-teman sekelasnya. Rendahnya prestasi belajar siswa tersebut tidak dapat dihindari. Oleh karena itu, siswa dengan inteligensi yang rendah ditempatkan di kelas-kelas khusus dengan pelayanan yang khusus.

Orang tua dapat membantu proses permasalahan belajar dengan berbagai cara antara lain:

a. Berusaha membantu anak belajar, misalnya bagaimana mengerjakan pekerjaan rumah dan tugas lain.

b. Berdiskusi tentang keadaan sekolah dan kesulitan belajar pada umumnya.

c. Melengkapi pendidikan umum di sekolah formal dengan pendidikan agama di keluarga.

d. Memberikan kerampilan non formal.

e. Menciptakan lingkungan keluarga yang cinta akan belajar.

Membangun Kualitas Pendidikan

PENTINGNYA KUALITAS / MUTU SEKOLAH
Membangun sekolah bermutu

Mutu dalam pendidikan bukanlah merupakan barang akan tetapi merupakan layanan, di mana mutu harus dapat memenuhi kebutuhan, harapan dan keinginan semua pihak/pemakai dengan fokus utamanya terletak pada peserta didik. Mutu pendidikan berkembang seirama dengan tuntutan kebutuhan hasil pendidikan yang berkaitan dengan kemajuan ilmu dan teknologi yang melekat pada wujud pengembangan kualitas sumber daya manusia.
Sejalan dengan hal tersebut, maka dalam pengelolaan sekolah yang efektif dan berorientasi pada mutu pendidikan memerlukan suatu komitmen yang penuh kesungguhan dalam peningkatan mutu, berjangka panjang dan membutuhkan penggunaan peralatan dan teknik-teknik tertentu. Komitmen tersebut harus didukung oleh dedikasi yang tinggi terhadap mutu melalui penyempurnaan proses yang berkelanjutan oleh semua pihak yang terlibat.

Ketika aspek-aspek dan indikator pengelolaan lembaga pendidikan dapat dijalankan dan diarahkan ke sebuah mutu yang tinggi. Maka keberhasilan dari pencapaian mutu tersebut harus merupakan integrasi dari semua keinginan dan partisipasi stakeholder (semua yang berkepentingan) dalam pencapaian hasil akhirnya. Sekolah harus kreatif dan dinamis dalam mengusahakan peningkatan mutu dengan peningkatan kemandirian sekaligus masih dalam kerangka acuan kebijakan pendidikan Yayasan, nasional dan daerah.

Kenyataan di lapangan, banyak siswa yang telah lulus dari lembaga pendidikan menjadi pengangguran, tidak siap untuk menjadi warga negera yang bertanggung jawab dan produktif, sehingga menjadi beban keluarga, masyarakat, bangsa dan negara serta akhirnya mendorong terjadinya instabilitas nasional, baik dalam bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan. Kondisi tersebut, permasalahan pokoknya adalah para siswa yang merupakan produk sistem pendidikan yang diselenggarakan tidak berfokus pada mutu.

Oleh karenanya untuk mewujudkan pendidikan yang dapat memuaskan pelanggan, maka kepala sekolah terlebih dahulu harus memuaskan pelanggan internalnya, yaitu para guru, pustakawan, laboran, tenaga administrasi, tenaga keamanan dan tenaga kebersihan. Para personil yang merupakan pelanggan internal inilah merupakan pihak penentu dalam mewujudkan sekolah yang bermutu. Guru adalah pelaksana kegiatan inti (core business) sekolah yaitu proses pembelajaran yanag akan menentukan kualitas lulusannya. Pustakawan adalah SDM/personil yang memberikan layanan sumber pembelajaran tekstual untuk mendukung kegiatan akademik/pembelajaran. Laboran adalah personil/SDM yang mendukung kegiatan akademik/embelajaran siswa pada skala laboratorium sebagai kelanjutan atau membuktikan berbagai teori yang telah dipelajari melalui pembelajaran literatur. Tenaga administrasi adalah kegiatan pendukung, agar kegiatan akademik/pembelajaran di sekolah, baik administrasi akademik maupun administrasi non akademik dapat berjalan dengan baik. Tenaga kebersihan sebagai personil/SDM sekolah yang mendukung agar suasana sekolah tetap asri dan proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar. Dan tenaga keamanan bertanggung jawab untuk menciptakan suasana sekolah agar tetap aman dan terkendali.

Kepuasan pelanggan internal sekolah pada dasarnya adalah jika mereka dapat bekerja atau menjalankan tugas dengan dukungan fasilitas, sarana dan prasarana yang memadai, mendapatkan kompensasi yang layak atas kinerja yang telah diberikan, baik dalam bentuk finansial, material maupun non material serta kesejahteraan secara luas. Sebagai wujud atau bukti adanya kepuasan pelanggan internal sekolah adalah para guru, tenaga admnistrasi, pustakawan, laboran, tenaga kebersihan dan kemanan menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik, sesuai sistem, prosedur dan tata kerja yang telah ditentukan. Dengan adanya kepuasan pelanggan internal ini diharapkan mereka dapat memuwujudkan kepuasan terhadap pelanggan eksternal sekolah sehingga akan membawa dampak positif bagi peningkatan mutu pendidikan sekolah yang bersangkutan.